
HbE merupakan varian struktur hemoglobin yang terjadi akibat adanya mutasi pada kodon 26 dari gen β-globin sehingga menyebabkan terjadinya substitusi asam amino glutamat menjadi lisin (Fahim & Ahmed, 2010). Pembawa HbE secara klinis tidak menunjukkan perubahan fisik, sehingga tidak dapat didiagnosis melalui kondisi fisik. Prevalensi pembawa HbE di Indonesia adalah sebesar 4% (Virprakasit et al., 2009). Analisis hematologis dilakukan sebagai langkah awal penentuan status peserta skrining. Sampel yang teridentifikasi sebagai pembawa HbE dan HbE/β-thalassemia (berdasarkan analisis hematologis) perlu dianalisis lebih lanjut dengan analisis molekular. Salah satu metode dalam analisis molekular yang cepat dan akurat adalah high resolution melting analysis (HRMA). Metode ini dapat digunakan untuk deteksi mutasi suatu gen melalui analisis perbedaan melting curve dan melting temperature (Reed et al., 2007).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil deteksi mutasi Cd 26 (G-> A)gen pengkode β-globin pada sampel darah pembawa HbE dan mengetahui persentase mutasi Cd 26 (G->A) yang terdeteksi pada sampel tersebut dengan metode HRMA. Sampel DNA diisolasi dari arsip koleksi darah pembawa HbE dan HbE/β-thalassemia menggunakan GeneAid Genomic DNA Mini Kit for Blood melalui empat tahapan mencakup lisis sel, pengikatan, pencucian, dan elusi. DNA hasil isolasi dikualifikasi dengan elektroforesis gel agarosa 0,8% dan dikuantifikasi dengan metode spektrofotometri. Analisis DNA untuk deteksi mutasi dilakukan dengan HRMA pada instrumen real time PCR. Data hasil analisis hematologis dibandingkan dengan nilai rujukan normal dan hasil deteksi HRMA dianalisis dengan high resolution melt software v3.1.
Hasil pemeriksaan hematologis menunjukkan bahwa pembawa HbE memiliki kadar hemoglobin, persentase hematokrit, nilai mean corpuscular volume (MCV), dan nilai mean corpuscular hemoglobin (MCH) yang rendah namun memiliki total eritrosit yang tinggi jika dibandingkan dengan nilai rujukan normal. Selain itu, pembawa HbE memiliki kadarHbA2 yang tinggi dan kadar HbF dalam kisaran normal hingga tinggi sedangkan pembawa HbE/β-thalassemia memiliki kadar HbA2 dan HbF yang tinggi. Hasil deteksi mutasi dengan HRMA ditunjukkan oleh aligned melt curve dan difference plot. Aligned melt curve merupakan melting curve yang telah dinormalisasi. Nilai melting temperature pada sampel normal lebih tinggi daripada sampel mutan. Difference plot dapat membedakan sampel pembawa HbE dengan sampel normal. Melting curve dengan tingkat kemiripan tinggi akan tergabung dalam satu kelompok. Hasil difference plot menunjukkan bahwa terdapat tiga sampel yang berada dalam kelompok kontrol normal, sedangkan sampel yang lain berada dalam kelompok kontrol mutan sehingga secara molekular terdiagnosis positif sebagai pembawa HbE. Berdasarkan hasil HRMA, terdapat 86% sampel yang teridentifikasi memiliki mutasi Cd 26 (G->A) heterozigot.(Ahmad Al Arif)
Daftar Pustaka :
Fahim, F. & Ahmed, M.G.S. 2010. Genetic Haemoglobin Disorders. Haematology Updates, pp. 16 & 21-22.
Reed, G.H., Kent, J.O., & Wittwer, C.T. 2007. High Resolution DNA Melting Analysis for Simple and Efficient Molecular Diagnostics. Pharmacogenomics, 8 (6) : 597–608.
Virprakasit, V., Lee, C.L., Chong, Q.T., Lin, K.H., & Khuhapinant, A. 2009. Iron Chelation Therapy in the Management of Thalassemia : The Asian Perspective. International Journal of Hematology, 90 : 435-445.